Saturday, April 25, 2015

Mengahadapi stress kehidupan ala Buddhis

Menghadapi Stress Dalam Pandangan agama BuddhaAgama Buddha




Kemajuan jaman ibarat pisau bermata ganda. Di satu sisi memberikan kemudahan hidup bagi masyarakat yang telah siap sehingga dapat memanfaatkannya. Di sisi yang lain sesungguhnya ia pun dapat memberikan akibat negatif untuk mereka yang belum siap mental menghadapi perubahan lingkungan yang sedemikian cepat. Ada tuntutan-tuntutan jaman dan konflik-konflik yang harus dihadapi seseorang untuk memenuhi tuntutan jaman itu akhirnya dapat menjerumuskan orang yang lemah pengertian batinnya pada kondisi stress.
Hal ini dikarenakan kelahiran sebagai manusia memang harus mendapatkan beberapa kondisi yang menuju penderitaan. Sakit itu wajar, usia tua juga wajar, dan matipun sangat wajar. Seseorang yaang mengalami kelahiran pasti akan mengalami kematian. Hidup ini tidaklah pasti, akan tetapi kematian itu pasti. Dalam Baddhekarata sutta sang Buddha menjalaskan bahwa tidak ada guanaya memikirkan masa lalu, dan tidak ada gunanya memikirkan masa yang akan datang. Berjuanglah saat ini dengan sungguh-sungguh. begitu pula dengan ajaran Ssang Buddha tentang Tilakkhana, yang berarti tiga corak umum. tiga corak umum ini menyatakan bahwa dunia ini penuh dengan penderitaan, sedala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti, dan tidak kekal. Namun ketika hal ini dinyatakan oleh Sang Buddha, orang-orang biasa atau biasa disebut dengan umat awam tidak bisa menerima kondisi ini, dalam hal ini seperti contohnya ketika seseorang menderita sakit ia menyatakan bahwa tubuhnya tidak wajar. Akan tetapi Sang Buddha menyatakan bahwa ketika ia sakit kondisi tubuhnya sedang  wajar. Dalam paritta Abhinnapacavekkhana dapat diambil pengertian bahwa saya wajar mengalami sakit, usia tua dan kematian. Inilah yang serasa aneh pada manusia zaman sekarang, hal yang wajar dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak wajar, padahal sesungguhnya hal itu sangat lah wajar dan sudah dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai seorang yang telah mencapai penerangan sempurna dan merealisasi nibbana. Selain itu telah diajarkan pula mengenai tiga corak umum kehidupan ini yang biasa dikenal dengan istilah Tilakkhana. Tiga corak umum ini adalah dukkha (penderitaan), anicca (tidak kekal), dan anatta (tanpa inti). Dukkha yang berarti penderitaan atau bisa diartikan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan merupakan keadaan yang ada dalam hidup ini, dan semua orang merasakan serta mengalami. Anicca atau ketidak-kekalan, segala sesuatu yang berkondisi pasti mengalami perubahan, tidak kekal, dan inilah yang sering menjadikan banyak orang menderita. kemarin ia baik padaku, sekarang ia biasa-biasa saja, besok siapa yang tahu. anatta atau tanpa inti yang kekal, segala sesuatu yang berkondisi tidak ada inti yang kekal didalamnya. Semua tercipta karena kondisi-kondisi, bukan tercipta karena satu inti. Hal ini dapat diibaratkan sebagai pisang goreng, apakah yang bisa menjadikan pisang goreng itu ada? Apakah pisangnya saja? Gandumnya saja? Minyaknya saja? Lebih lanjut, apakah yang menjadikan itu disebut sebagai  pisang ? Terus-menerus dicari, dan jawaban yang paling tepat adalah kondisi-kondisi. Dengan memahami tiga corak umum kehidupan (Tilakkhana) dengan pemahaman yang benar, akan membantu kita dalam menghadapi gejolak kehidupan yang kita alami, terlebih lagi dalam agama Buddha juga diajarkan mengenai Hukum Kesunyataan atau Hukum Universal, yang artinya ada atau tidak adanya Sang Buddha, hukum itu tetap berlaku, Sang Buddha menemukan dan mengajarkan kepada para siswanya bahwa di alam semesta ini terdapat Hukum Kesunyataan yang  tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaaan. Hukum kesunyataan ini berlaku kepada siapa saja, bukan hanya kepada umat Buddha karena ini hukum alam atau hukum tertib kosmis, tanpa awal dan tanpa akhir. Salah satu yang kadang salah dimengerti oleh banyak orang adalah Hukum Kamma (karma) yang merupakan hukum sebab-akibat perbuatan, apapun perbuatan itu. Di mata umum Hukum Kamma ini diartikan sebagai hukum sebab akibat perbuatan buruk saja, akan tetapi pada sesungguhnya hukum ini berlaku untuk semua perbuatan, ntah itu perbuatan baik atau pun buruk. Orang jawa mengatakan bahwa "sopo nandhur bakal ngunduh". Inilah bunyi dari Hukum Kamma dalam pandangan orang Jawa. dalam Bahasa Indonesia bunyi Hukum Kamma adalah "siapa yang menabur dialah yang akan menuai hasilnya, penabur benih kebajikan akan memetik buah kebahagiaan dan penabur keburukan akan memetik buah pendertiaan".Sang Buddha juga mengajarkan tengtang Empat Kebenaran atau Kesunyataan Mulia yang dapat dipahami secara singkat bahwa "Penderitaan itu ada sebabnya, dan lenyapnya penderitaan itu ada jalannya". Kesunyataan mulia ini merupakan pokok dasar yang diajarkan oleh Sang Buddha, jika ingin lebih memahami mempunyai penjabaran yang sangat panjang.

Hakekat dari pengertian batin sebagai bekal yang paling pokok dalam menghadapi dampak negatif kemajuan zaman ini adalah memiliki kemampuan melihat hidup sebagaimana adanya, bahwa hidup tidak kekal dan hanyalah proses belaka.
Pengertian ini biasanya telah dimengerti oleh hampir setiap orang secara teoritis tetapi pada kenyataannya orang jarang siap mental bila menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Inilah hal yang membuat manusia zaman sekarang lemah mental dibandingkan dengan zaman dulu. pelajarilah lebih mendalam tentang ajaran-ajaran kebenaran. Ajaran yang berkaitan dengan kehidupan zaman kerajaan yang menganut kepercayaan Hindu-Buddha dan jangan pernah melupakan sejarah para leluhur. "Siwa-Buddha Tanhana Dharma Mangruwa, Bhineka Tunggal Ika"

Dalam usaha menyesuaikan antara pengertian batin (baca: teori) yang dimiliki dengan penerapannya pada kehidupan yang sesungguhnya inilah peranan Agama Buddha diperlukan. Agama Buddha adalah gabungan antara tradisi penghormatan kepada Sang Guru Agung, Buddha Gotama, dengan Ajaran Luhur Sang Buddha yang berisikan kiat-kiat untuk menghadapi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan tujuan Agama Buddha secara umum adalah agar orang yang mengikuti dan melaksanakan Ajarannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi, surgawi dan sebagai tujuan tertinggi adalah tercapai kebebasan mutlak yaitu Nibbana 
bisa dikatakan sebagai Tuhan Yang Mahaesa dalam pengertian pengertian umum. Susah dimengerti oleh umat awam seperti kita, akan tetapi dari pengertian-pengertian yang dalam maknanya, kita bisa memahami sedikit tentang hal itu.

Pengertian batin untuk melihat hidup sebagaimana adanya ternyata lebih mudah diucapkan dan dinasehatkan kepada orang lain daripada untuk membantu diri kita sendiri dalam mengatasi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan harapan. Bila menjumpai orang lain yang sedang menderita, kita akan lebih mudah menjadi penasehat yang tampaknya amat bijaksana untuk membantu orang tersebut agar mampu menerima kepahitan hidup. Sebaliknya, bila tiba giliran kita yang menerima penderitaan akibat perubahan yang tidak diinginkan, kadang nasehat tulus dari seorang kawan dapat dianggap sebagai pelecehan atas kondisi yang sedang kita alami.

Untuk mengubah pengertian benar yang masih teoritis menjadi praktis itulah Sang Buddha dalam berbagai kesempatan sepanjang hidup Beliau telah menjelaskannya kepada para umatNya tentang tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Bila tahapan ini diikuti sungguh-sungguh maka hasil nyata yang dapat dialami sebagai awal pencapaian adalah hidup bahagia dan bebas dari stress. Kebahagiaan awal ini kemudian dapat dilanjutkan untuk dapat mencapai bentuk-bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi sehingga akhirnya tercapailah kebahagiaan tertinggi yaitu Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana).
Perlu diingat bahwa Sang Buddha tidak menganjurkan untuk percaya secara membuta, akan tetapi buktikanlah terlebih dahulu mengenai apa yang telah beliau ajarkan (ehipassiko). Ketika semua yang diajarkan telah dipraktikkan, maka hal itu dianggap sebagai penderitaan atau kebahagiaan itu tergantung dari kebijaksanaan masing-masing orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa segala kondisi hidup itu akan akan datang pada kita, entah itu penderitaan atau kebahagiaan. Bahagia atau derita itu pun tergantug pada kebijaksanaan kita. Jadi ketika seseorang mengalami kondisi-kondisi yang ada pada hidup ini, kunci jawabannya tergantung pada diri kita sendiri. hal ini berkaitan dengan pandangan-pandangan benar yang anda miliki. Gunakanlah kebijaksanaan anda dengan sebaik mungkin. janganlah mudah percaya dengan doktrin-doktrin yang ada dalam sebuah ajaran yang menganggap sebagai ajaran kebenaran.

No comments:

Post a Comment